Terbukti terima Gratifikasi Rp 915 Miliar dan 51 Kg Emas, Zarof Ricar Divonis 16 Tahun

Jakarta, majalahparlemen.com — Mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dijatuhi hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat dalam perkara korupsi bernilai jumbo yang turut menyeret nama besar lembaga peradilan.

Dalam sidang yang digelar Rabu (18/6/2025), majelis hakim menyatakan Zarof terbukti menerima suap dan gratifikasi, serta melakukan pemufakatan jahat untuk memengaruhi putusan kasasi perkara pidana.

“Perbuatan terdakwa mencederai nama baik dan marwah Mahkamah Agung, serta menghilangkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” tegas Ketua Majelis Hakim, Rosihan Juhriah Rangkuti.

Zarof terbukti menjalin pemufakatan dengan pengacara Gregorius Ronald Tannur dan Lisa Rachmat untuk menyuap hakim agung Soesilo dalam rangka mempengaruhi putusan kasasi perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti.

Upaya suap senilai Rp 5 miliar itu bertujuan agar majelis hakim membebaskan Ronald Tannur sebagaimana vonis PN Surabaya pada Juli 2024. Meski majelis kasasi MA akhirnya memutuskan vonis penjara 5 tahun, ketua majelis Soesilo mengeluarkan dissenting opinion yang menyatakan tidak ada niat jahat dari terdakwa.

Namun perbuatan Zarof tidak berhenti di situ. Selama menjabat, ia disebut menerima gratifikasi senilai Rp 915 miliar dalam bentuk uang tunai rupiah dan valuta asing, serta logam mulia sebanyak 51 kilogram dari pihak-pihak yang berperkara di berbagai tingkatan pengadilan.

“Gratifikasi diterima terdakwa saat menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana hingga menjadi Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil MA,” terang jaksa penuntut umum.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara 16 tahun, denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan, dan perampasan aset hasil kejahatan. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 20 tahun penjara.

Menurut hakim, hal yang memberatkan antara lain sikap serakah Zarof, serta tindak pidananya yang dilakukan saat telah purna-bakti. Ia disebut tetap menyalahgunakan pengaruhnya meski secara resmi sudah tidak aktif sebagai pejabat.

Adapun pertimbangan yang meringankan meliputi pengakuan dan penyesalan terdakwa, status hukum yang sebelumnya bersih, dan tanggungan keluarga.

Namun hakim menekankan bahwa beratnya dampak perbuatan Zarof terhadap sistem hukum Indonesia jauh lebih besar dari sekadar nilai uang.

Selain kasus korupsi, Zarof juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Kejaksaan Agung. Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan pada 10 April 2025. Sejumlah asetnya telah diblokir.

Proses hukum terkait TPPU masih berlangsung dan diperkirakan akan menyeret lebih banyak aset serta jaringan penerima manfaat yang terlibat dalam aliran dana haram tersebut.

Sementara itu, Zarof Ricar belum menyatakan sikap menerima atau menolak putusan. Ia memilih memanfaatkan waktu tujuh hari kerja untuk mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. *** (irvan/sap)

Author: redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *