Senator Azhari Cage Desak Revisi SK Pulau, Ingatkan Mendagri Jaga Perdamaian Aceh

Banda Aceh, majalahparlemen.com — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Azhari Cage, mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar bersikap arif dan merevisi Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri yang menetapkan empat pulau yang secara historis dan administratif masuk wilayah Aceh, menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

Pernyataan ini disampaikan Azhari usai menghadiri pertemuan penting di Pendopo Gubernur Aceh, Jumat malam (13/6/2025), yang mempertemukan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dengan anggota Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh. Pertemuan tersebut juga dihadiri Ketua DPR Aceh dan sejumlah tokoh masyarakat Aceh.

“Pulau-pulau itu adalah milik Aceh, berdasarkan bukti sejarah, hukum, dan peta resmi. Ada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, UU Pemekaran Aceh Singkil Tahun 1999, kesepakatan bersama antara Aceh dan Sumut tahun 1988 dan 1999, serta peta topografi TNI AD tahun 1998,” ujar Azhari dalam keterangannya kepada wartawan.

Ia menegaskan, langkah tegas perlu diambil untuk mempertahankan kedaulatan wilayah Aceh, sekaligus menjaga stabilitas sosial di tengah masyarakat.

Lebih lanjut, Azhari mengungkapkan, Gubernur Aceh dijadwalkan akan bertemu dengan Mendagri di Jakarta pada 18 Juni 2025 mendatang. Dalam pertemuan itu, pemerintah Aceh bersama DPR Aceh dan Biro Pemerintahan Setda Aceh akan membawa dokumen dan bukti historis untuk memperkuat klaim atas keempat pulau tersebut.

“Kita minta Mendagri berlapang dada. SK itu harus dicabut dan wilayah tersebut dikembalikan kepada Aceh. Kita tidak ingin SK ini menjadi pemicu konflik horizontal yang merusak kedamaian yang telah susah payah kita bangun,” katanya menekankan.

Azhari juga menekankan bahwa situasi damai di Aceh adalah aset berharga yang tidak boleh dikorbankan oleh kebijakan administratif yang tidak cermat.

“Kami dari DPD RI akan terus menempuh jalur diplomasi dan langkah politik yang bijak. Politik itu luas, tapi prioritas kami adalah menjaga perdamaian dan merawat semangat persaudaraan antara Aceh dan Sumut,” tuturnya.

Senator asal Aceh itu pun menegaskan, persoalan ini bukan sekadar masalah tapal batas, tetapi menyangkut identitas, hak historis, dan keutuhan wilayah Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. *** (raihan/sap)

Author: redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *