Presiden Prabowo Ambil Alih Penyelesaian Sengketa Empat Pulau

Jakarta, majalahparlemen.com — Presiden Prabowo Subianto resmi mengambil alih penanganan sengketa batas wilayah yang melibatkan empat pulau di antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan ini diambil setelah komunikasi intensif antara Presiden dengan pimpinan DPR RI, merespons eskalasi polemik yang berpotensi menimbulkan ketegangan sosial dan politik di kawasan tersebut.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa Presiden akan memberikan keputusan final terkait status administrasi Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Besar pada pekan depan.

“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (14/6/2025).

Sengketa ini bermula dari proses verifikasi nama dan lokasi pulau oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi pada 2008–2009, yang terdiri dari berbagai lembaga negara seperti Kemendagri, BIG, LAPAN, TNI AL, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tim ini melakukan pemetaan dan identifikasi atas ratusan pulau di kedua provinsi.

Pada tahun 2008, Provinsi Aceh memverifikasi sebanyak 260 pulau, namun tidak mencantumkan empat pulau tersebut. Konfirmasi dari Gubernur Aceh tahun 2009 juga menyatakan jumlah pulau tetap 260, tanpa menyebut Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil. Bahkan disebut terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat terhadap beberapa pulau.

Sementara itu, Pemprov Sumatera Utara pada periode yang sama melaporkan 213 pulau, termasuk keempat pulau yang kini disengketakan. Verifikasi ini juga telah mendapat konfirmasi resmi dari Gubernur Sumut pada 2009.

Berdasarkan proses tersebut, Kemendagri pada 25 April 2025 menerbitkan SK Mendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan keempat pulau sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Keputusan tersebut memicu penolakan luas dari masyarakat dan pemerintah Aceh. DPR Aceh, tokoh masyarakat, serta senator DPD RI Azhari Cage menilai pulau-pulau itu secara historis, geografis, dan administratif merupakan bagian dari Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Singkil.

“Kita minta Mendagri berlapang dada. SK itu harus dicabut dan wilayah tersebut dikembalikan kepada Aceh. Kita tidak ingin SK ini menjadi pemicu konflik horizontal yang merusak kedamaian,” tegas Azhari Cage dalam pernyataan sebelumnya.

Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menyampaikan bahwa keputusan awal didasarkan pada kesepakatan kedua provinsi yang menyerahkan wewenang pada tim pusat, dengan komitmen untuk mematuhi hasilnya.

“Kalau ketemu, oh sepakat berdua gubernur, sudah kita tinggal administratif mengesahkan,” ujar Safrizal, membuka peluang rekonsiliasi.

Pengambilalihan langsung oleh Presiden Prabowo menandai intervensi politik tingkat tinggi guna menjaga stabilitas dan keutuhan wilayah nasional. Ini juga dianggap sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga perdamaian pasca-konflik di Aceh, serta memastikan setiap kebijakan administratif tak menimbulkan perpecahan di akar rumput.

“Presiden Prabowo mengambil alih persoalan ini demi menjaga keutuhan NKRI dan menghindari konflik horizontal di masyarakat,” ujar Dasco. *** (irvan/sap)

Author: redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *