Iran Siapkan Tiga Langkah Strategis Jika Gencatan Senjata dengan Israel Gagal

Jakarta, majalahparlemen.com — Meskipun kekuatan militer Iran berada jauh di bawah Israel, negara pimpinan Ayatollah Ali Khamenei itu masih memiliki tiga kartu as yang bisa dimainkan jika gencatan senjata yang difasilitasi Presiden AS Donald Trump berakhir tanpa hasil.

Gencatan senjata yang diumumkan pada Senin (23/6/2025) oleh Presiden Trump disebut sebagai “total dan menyeluruh”. Namun, indikasi keretakan mulai muncul sejak hari pertama. Pada Selasa pagi (24/6/2025), Trump kembali menyerukan penahanan diri dan memperingatkan Israel agar tidak meluncurkan serangan yang bisa dianggap sebagai “pelanggaran besar”.

Menurut Andreas Krieg, analis kawasan Teluk dari King’s College London, gencatan senjata ini lebih merupakan simbol politik di ruang digital daripada kesepakatan militer yang konkret. “Gencatan senjata ini rapuh dan lebih banyak hidup di media sosial, bukan di medan perang,” ujarnya.

Berikut tiga opsi utama Iran jika gencatan senjata benar-benar gagal:
1. Mengganggu Selat Hormuz, Jalur Energi Dunia
Selat Hormuz, jalur sempit selebar 21 mil yang menjadi lintasan 20% ekspor minyak dunia, merupakan senjata strategis Iran dalam tekanan geopolitik. Iran berulang kali mengancam akan memblokir jalur ini jika kepentingan nasional mereka terganggu.

Meski secara hukum internasional Iran tak bisa menutup selat itu, mereka dapat menanam ranjau laut, mengerahkan drone bersenjata, dan meluncurkan serangan dari kapal kecil bersenjata rudal untuk mengacaukan lalu lintas minyak global.

“Kalau Israel menyerang infrastruktur minyak Iran, maka kalkulasi bisa berubah dan Iran mungkin benar-benar mengganggu navigasi di sana,” ujar Jacob Parakilas dari RAND Europe. Jika ini terjadi, Goldman Sachs memprediksi harga minyak dunia bisa melampaui 110 dolar per barel.

2. Menargetkan Pangkalan Militer AS
Sebelum pengumuman gencatan senjata, Iran sempat meluncurkan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid, pangkalan militer terbesar AS di kawasan Teluk, yang terletak di Qatar. Meskipun tidak menimbulkan korban, serangan ini menjadi sinyal bahwa Iran siap menyerang aset militer AS.

Sebagai tanggapan, Amerika Serikat telah memperkuat posisi militernya di kawasan dengan mengirim kapal induk, sistem rudal pertahanan, serta memindahkan pesawat B-2 ke lokasi yang lebih aman.

Langkah ini menunjukkan bahwa strategi Iran bukan semata untuk menang, tetapi untuk menguras stamina ekonomi dan politik musuh lewat konflik berkepanjangan.

3. Mengaktifkan Jaringan Kelompok Proksi
Iran memiliki sejarah panjang menggunakan kekuatan kelompok proksi seperti Hezbollah (Lebanon), milisi Syiah di Irak dan Suriah, serta Houthi (Yaman) untuk menggempur musuh-musuhnya secara tidak langsung.

Namun kekuatan proksi ini kini mulai menurun. Serangan udara Israel telah menewaskan sejumlah tokoh penting seperti Hassan Nasrallah (Hezbollah) dan Ismail Haniyeh (Hamas). Logistik dan suplai senjata untuk kelompok ini juga makin sulit dilakukan.

Edmund Fitton-Brown dari Counter Extremism Project menyebutkan bahwa Iran “mungkin sudah kehabisan opsi proksi yang efektif,” meskipun ancaman terbesar terhadap AS kini justru berasal dari milisi Syiah Irak.

Gudang Rudal Iran: Besar, Tapi Mulai Terkuras
Iran diketahui memiliki sekitar 3.000 rudal balistik, termasuk rudal presisi seperti Fattah‑1 dan Kheibarshekan. Kedua jenis ini digunakan dalam serangan ke Israel pada Oktober lalu.

Namun para ahli menilai gudang rudal itu sudah mulai menipis. “Persediaan rudal Iran sudah menurun drastis,” kata Yaniv Voller, pengamat Timur Tengah dari University of Kent. Apalagi, fasilitas produksi rudal Iran juga menjadi sasaran utama serangan Israel.

Iran Dalam Posisi Sulit
Menurut Browne Maddox dari Chatham House, hampir semua opsi militer yang tersedia bagi Iran berisiko tinggi. Namun, Iran mungkin tetap memilih opsi berbahaya tersebut daripada terlihat kalah oleh tekanan AS.

Di dalam negeri, jika Iran dipaksa untuk menghentikan pengayaan nuklir, hal itu bisa dianggap sebagai bentuk penyerahan diri di mata publik. Salah satu opsi yang tersisa adalah memperpanjang negosiasi sambil diam-diam membangun kembali program nuklirnya. Namun semua opsi ini menyimpan risiko balasan besar dari Israel maupun Amerika Serikat. *** Sumber: BBC (irvan/sap)

Author: redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *