Komite III DPD RI Kunjungi Belanda, Serap Praktik Terbaik untuk Reformasi SJSN

Den Haag, majalahparlemen.com — Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja strategis ke Belanda pada Rabu (2/7/2025) sebagai bagian dari upaya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Langkah ini merupakan bagian penting dari agenda reformasi sistem jaminan sosial nasional agar lebih adaptif terhadap tantangan zaman dan menjawab kebutuhan rakyat secara menyeluruh.

Delegasi Komite III DPD RI itu dipimpin Senator asal Papua Barat, Filep Wamafma, berdialog langsung dengan senator Belanda (Eerste Kamer), serta menjalin komunikasi dengan Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda, dan akademisi terkemuka dari Utrecht University, Prof. Dr. J.C. Vrooman.

Dalam era disrupsi digital, perubahan pola kerja, dan meningkatnya jumlah pekerja informal, sistem jaminan sosial Indonesia dituntut untuk bertransformasi. Senator Filep Wamafma menegaskan pentingnya membangun sistem perlindungan sosial yang tangguh, inklusif, dan responsif terhadap dinamika sosial ekonomi global.

“Kami tidak hanya mengevaluasi kebijakan, tetapi juga mencari inspirasi konkret dari negara-negara yang telah terbukti sukses. Belanda menjadi salah satu referensi penting karena sistem jaminan sosial mereka berhasil menggabungkan pendekatan universal dan berbasis kontribusi dengan tata kelola yang transparan dan partisipatif,” ujar Filep.

Belanda dikenal luas dengan sistem pensiun dan jaminan sosial yang menempati peringkat teratas dalam Global Pension Index Mercer. Keberhasilan ini ditopang oleh kombinasi kontribusi publik dan swasta, integrasi teknologi digital, serta regulasi yang ketat namun adaptif.

Sistem jaminan sosial di Belanda mengutamakan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan. Setiap warga negara memiliki akses terhadap perlindungan kesehatan, jaminan hari tua, bantuan pengangguran, serta tunjangan keluarga. Dengan kerangka kerja hukum yang jelas dan pemanfaatan teknologi digital secara maksimal, Belanda mampu mengelola skema perlindungan sosial secara efisien dan merata.

Pertemuan antara delegasi DPD RI dan para pemangku kepentingan di Belanda memberikan banyak wawasan tentang praktik tata kelola, mekanisme pembiayaan, serta inovasi dalam pelibatan masyarakat. Belanda juga dinilai berhasil membangun kesadaran kolektif bahwa jaminan sosial bukan semata bantuan negara, melainkan hak dasar dan bagian dari jaring pengaman nasional yang wajib dijamin.

Kunjungan delegasi Komite III DPD RI ini mendapat dukungan penuh dari Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, H.E. Mayerfas, yang secara langsung menyambut delegasi dan memfasilitasi diskusi dengan berbagai pihak terkait di Den Haag.

“Kami menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat dan terbukanya dialog dua arah. Hubungan kerja sama bilateral Indonesia–Belanda dalam bidang kesejahteraan sosial bisa menjadi jembatan pembelajaran kebijakan berbasis praktik terbaik,” ungkap Filep.

Meski Indonesia telah menunjukkan progres dalam memperluas cakupan jaminan sosial—terutama lewat BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan—tantangan struktural masih besar. Sektor informal, pekerja digital, pekerja rumahan, dan kelompok rentan seperti difabel dan korban bencana belum sepenuhnya terlindungi secara optimal.

“Kita masih mengandalkan pola jaminan sosial yang berbasis struktur kerja abad ke-20. Padahal, realitas hari ini sudah berubah drastis. Maka dari itu, reformasi sistem jaminan sosial adalah kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda,” tegas Senator Filep.

Melalui studi referensi ini, Komite III DPD RI berharap dapat membawa pulang formulasi kebijakan yang lebih tepat sasaran, dengan menyesuaikan praktik global ke dalam konteks sosial dan ekonomi Indonesia. Reformasi SJSN ke depan harus mampu: (1) Menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk sektor informal dan non-tradisional, (2) Mengintegrasikan teknologi digital dalam pelayanan dan manajemen data peserta, (3) Menghadirkan keadilan antargenerasi, dengan pembiayaan yang berkelanjutan, (4) Menghindari duplikasi program, serta memperkuat sinergi antar lembaga.

“Kami percaya bahwa perlindungan sosial adalah fondasi negara sejahtera. Indonesia harus memiliki sistem jaminan sosial yang adil, efisien, dan berpihak pada rakyat kecil,” tutup Filep Wamafma. *** (raihan/sap)

Author: redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *